Berkata atau berceritalah Anda sebebasnya. Mungkin saja, dalam perkataan atau cerita tersebut Anda jujur atau berbohong, orang pada umumnya tak bakal tahu. Namun, jika toh di situ Anda berbohong atau menipu, wajah Anda sendiri akan ''berkata'' apa adanya. Wajah Anda tidak akan bisa berbohong atau menipu. Wajah Anda, dengan segala ekspresi tersembunyi di dalamnya, akan menggambarkan apa yang ada di balik hati atau pribadi Anda. Dari wajah Anda pun, segala sesuatu dari Anda bisa ''dibaca''. Lho, bagaimana bisa?
ADA ilmu tentang "membaca wajah" yang populer disebut fisiognomi. Ilmu ini bersifat ilmiah, logis, dan jauh dari kesan mistik. Adalah I Made Mastresna, salah satu pakar fisiognomi dan palmistri asal Celuk, Gianyar, yang kini sudah menggali terus bidang keilmuan yang tergolong spesifik ini. Pendiri dan pembina Yayasan Taksu Bali, pinisepuh Perguruan Seni Bela Diri Tenaga Dalam Cakra Naga Siwa Sampurna, guru besar Tri Bhuana, pimpinan Prometra International di Indonesia, serta Jero Mangku Dalang Wayang & Dramatari Calonarang ini menegaskan bahwa fisiognomi bukan ilmu mistik.
Menurut Mastresna, konon sejarah ilmu fisiognomi berasal dari India dan masuk ke daratan Tiongkok bersamaan dengan masuknya agama Budha pada abad ke-6 Masehi semasa dinasti Tang. "Di India sendiri, fisiognomi diperkirakan sudah dikembangkan sejak 3.000 tahun sebelum Masehi. Ini berdasarkan cerita pewayangan yang menampilkan banyak tokoh yang memiliki karakterstik wajah berdasarkan karakter sifat yang dimilikinya seperti dalam cerita Ramayana dan cerita Mahabharata," paparnya. Dicontohkan, karakter tokoh wayang yang bersifat halus dan bijaksana digambarkan dengan muka ganteng dan cantik yang sangat sempurna, begitu juga sebaliknya.
Fisiognomi, jelas Mastresna lebih jauh, sesungguhnya memiliki pijakan yang kuat dan mendasar dalam konsep Hindu. Mastresna, misalnya, mengaitkannya dengan konsep Tri Premana. Sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, manusia memiliki Tri Pramana yaitu bayu, sabda, dan idep. Hal inilah yang membedakan diri manusia dengan hewan dan tumbuhan dan tak lepas juga dari peradaban dan kebudayaan. Salah satu intisari dari peradaban dan kebudayaan manusia disebut ilmu.
"Nah, fisiognomi itu hasil karya peradaban dan kebudayaan yang khusus membahas tentang bagaimana membaca wajah seseorang untuk membantu memahami kehidupan dari sejak lahir dan menata pelaksanaan kehidupan yang akan diarungi selanjutnya," jelas Mastresna seraya menambahkan, fisiognomi sebenarnya sudah muncul di masyarakat Yunani kuno, dirintis Aristoteles. Pun sejak ribuan tahun dikembangkan di Asia Timur -- Cina dan India.
Lantas, apa manfaat yang bisa didapat dari fisiognomi? "Dengan fisiognomi, kita bisa membaca karakter dan watak dasar di balik penampilan dan raut wajah seseorang. Semua itu bisa dilakukan dengan pedoman pengamatan berdasarkan ekspresi wajah, konstruksi tulang, serta pertumbuhan daging dan urat seseorang," jelas Mastresna.
Akurasi Hasil
Dengan begitu, jika direntang lebih panjang lagi, manfaat fisiognomi lebih luas bisa didapat. "Orang bisa mengenal dirinya sendiri, lebih memahami kepribadian orang lain, menghargai makna kehidupan, persaudaraan dan persahabatan. Kita juga dapat menganalisis bermacam watak dan sifat orang yang kita ajak bicara, berguna untuk memprediksi kejadian masa lalu, masa sekarang, serta masa mendatang. Hal ini terakhir ini sangat sesuai konsep hukum karmaphala dalam ajaran Hindu di Bali yaitu sancita, prarabda, dan kriyamana," papar Mastresna.
Dalam konteks dunia teknologi modern sekarang, menurut Mastresna, fisiognomi malah sangat relevan. "Misalnya menyangkut hubungan bisnis dan kemitraan, persahabatan, percintaan, serta perjodohan. Secara umum, dari fisiognomi kita bisa menilai orang dari segala aspek -- nasib, karier, keluarga, keberuntungan, libido, usaha, ruang lingkup usaha, hubungan dengan keturunan, bencana dalam mencapai usaha, keuangan, masa tua, dan sebagainya," jelasnya.
Soal hasil, Mastresna meyakini, jika dilakukan dengan benar, akurasi fisiognomi umumnya mencapai 99%. Jika hasilnya tidak akurat, bagi Mastresna, hal itu lebih disebabkan ketidak-lengkapan rincian aspek yang mesti "dibaca". Artinya, Mastresna langsung mencontohkan, banyak praktisi "membaca" nasib orang hanya melihat dari satu aspek saja, sehingga hasilnya sangat tidak akurat.
"Seorang praktisi, misalnya, membaca nasib orang dengan hanya melihat aspek rezekinya saja. Lalu, setelah dilaksanakan, betul-betul orang yang menjadi objek itu beberapa hari kemudian mendapatkan rezeki yang besar. Namun, karena tidak melihat dari aspek kesehatannya, akhirnya orang itu jatuh sakit justru setelah dapat rezeki. Orang itu masuk rumah sakit dan menghabiskan biaya dua kali lipat dari hasil rezeki yang diterima waktu diramal," papar Mastresna.
Dari paparan tersebut Mastresna menyimpulkan, rezeki yang diterima orang yang jadi objek ramalan tadi akhirnya sangat kurang dan terbukti tidak menjadi rezeki yang diharapkannya. "Dari situlah akhirnya banyak orang menilai suatu ramalan tak lebih sebagai bualan atau bohong-bohongan semata," Mastresna menegaskan.
Konsep Analisa
Dalam ilmu fisiognomi, sebagaimana dipaparkan dalam buku "Fisiognomi" yang juga ditulis Mastresna, konsep analisa raut wajah meliputi konsep baku seperti anatomi dan struktur tengkorak kepala, bentuk dan susunan rambut, anatomi dan bentuk dahi, tulang pipi, tulang rahang, letak dan bentuk telinga, alis, mata, hidung, mulut, dagu, dan ciri serta tanda khusus lainnya seperti luka dan tahi lalat.
Mengapa mesti wajah yang dipakai suatu pedoman di fisiognomi? "Wajah merupakan organ tubuh yang biasanya tidak tertutup. Untuk melihat wajah seseorang, kita tidak perlu meminta izin kepada yang punya," kata Mastresna seraya menjelaskan sekali lagi, pada umumnya apapun yang dialami oleh seseorang -- penderitaan, kesenangan, kebahagiaan, libido seks, keuangan, sampai umur -- akan sangat terukir dengan jelas di wajahnya.
Wajah seseorang juga amat dipengaruhi lingkungannya. Tentang hal ini, Mastresna memberi contoh-contoh. Seorang nelayan yang kehidupannya tiap hari akrab dengan keganasan alam dan panasnya sengatan panas matahari, kulitnya akan jadi pekat, kepalanya mudah botak, dahinya banyak kerutan, tangannya kasar, ekpresi jiwa yang terpancar kelihatan lebih bersifat keras dan penuh petualangan. Orang petugas yang kerjanya selalu di belakang meja kantor dan sering menggunakan energi pikiran untuk menyelesaikan tugasnya, maka susunan saraf kepalanya menjadi panas -- rambut kepalanya akan mudah rontoh, di antara kedua alisnya akan timbul garis memanjang ke arah dahi.
Contoh lain, orang yang sedang berbahagia akan menunjukkan ekspresi yang ceria, tertawa lepas, tanpa menanggung beban. Otomatis, orang tersebut urat pipinya tidak tegang dan menjadi lebih elastis, maka pertumbuhan daging di pipi menjadi subur dan pipi pun menjadi gemuk. "Dalam penjabaran fisiognomi, orang yang berpipi gemuk selalu dikaitkan dengan orang yang hidupnya bahagia dan bernasib baik," ujar Mastresna. Satu lagi contoh lain, dahi seorang seniman biasanya memiliki bentuk cekung di bagian kanan dan kiri dari atas dahi. "Model" wajah seniman ini terjadi akibat eksploitasi berlebihan dalam upaya mencari kreativitas. "Pada wajah seniman, syaraf di bagian kanan dan kiri kepalanya bekerja kelewat keras sehingga mengganggu pertumbuhan rambut di posisi itu," jelas Mastresna.
hmmm menarik
BalasHapus