Globalisasi dan pasar bebas memberikan tuntutan yang cukup tinggi terhadap kehidupan. Hal ini mendorong semakin tingginya persaingan dalam segala bidang. Kemampuan memanfaatkan dan memanifestasikan potensi menjadi syarat mutlak yang tidak lagi bisa ditawar, sehingga prestasi dapat diraih dan kesuksesan ada ditangan.
Berbagai cara dilakukan untuk mengenali dan memahami potensi manusia. Berbicara mengenai potensi, kita juga berbicara mengenai kecerdasan dan otak. Bagaimana kecerdasan yang kita miliki dan bagaimana fungsi-fungsi dominan otak kita.
Perkembangan teknologi yang semakin cepat memberikan banyak sekali terobosan kepada kita untuk memahami hal-hal yang sebelumnya sulit untuk dimengerti. Saat ini, melalui USG, seorang ibu hamil dapat mengetahui apakah jenis kelamin dan bagaimana kesehatan anak yang akan dilahirkannya nanti.
Perkembangan teknologi jugalah yang membantu seorang psikiater untuk menentukan diagnosis gangguan jiwa berdasarkan input gejala yang dilakukannya. Demikian juga dengan otak manusia. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih, mempelajari otak manusia menjadi hal yang dapat dilakukan. Prof. Roger W. Sperry pada tahun 1981 memperoleh hadiah Nobel karena penemuannya mengenai fungsi-fungsi dari belahan otak. Dari penelitiannya inilah, pemahaman mengenai otak kanan dan kiri dapat diketahui.
Begitu banyak penelitian dan pengembangan dilakukan guna membantu manusia dalam menghadapi semakin tingginya tuntutan dalam persaingan kehidupan ini. Berbagai cara dilakukan untuk mengembangkan diri dan meraih prestasi. Seberapa sering kita melihat orang tua yang mencemaskan anak-anaknya yang dianggapnya kurang termotivasi untuk belajar, seberapa sering kita melihat seorang remaja kurang mampu memahami dan mengarahkan proses pengembangan dirinya dan seberapa sering kita melihat kesulitan berkomunikasi antara orang tua dan anak.
Menjadi hal yang sangat wajar, ketika orang tua menjadi cemas dalam memahami dan mengarahkan anak-anaknya. Keterlibatan Indonesia di pasar bebas, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada tenaga kerja asing untuk bekerja dan mengukir prestasi di sini. Tentu saja, menjadi syarat mutlak bagi orang tua untuk mempersiapkan anak-anaknya, memberikan lingkungan terbaik sesuai dengan yang dibutuhkan anak-anaknya serta mengarahkan potensi anak-anaknya untuk meraih prestasi.
Memahami potensi diri menjadi kunci dalam proses pengembangan dan pencapaian prestasi. Setiap anak memiliki potensi dan kemampuan yang tidak sama. Dengan kemajuan teknologi saat ini, kita mampu memahami potensi diri kita dan anak-anak kita, bagaimana distribusi kecerdasan yang dimiliki, hanya melalui sidik jari (Dermatoglypics).
Dermatoglyphics dan Potensi
Dermatoglyphics adalah ilmu tentang bentuk atau pola sidik jari. Penelitian tentang sidik jari ini telah dilakukan selama 200 tahun lebih. Sidik jari memiliki bentuk yang tetap, tidak akan mengalami perubahan dan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Kemungkinan adanya bentuk sidik jari yang sama memiliki perbandingan 1: 64.000.000.000. Penelitian sidik jari ini diawali oleh Gouard Bidloo pada tahun 1685 dengan bukunya yang berisi detail gambar sidik jari. Kemudian dilanjutkan oleh Profesor bidang Anatomi di Universitas Barcelona yang melakukan observasi sidik jari melalui mikroskop.
Penelitian dan analisis mengenai sidik jari ini terus menerus dilakukan hingga pada tahun 1962, Harold Cummins, mengemukakan pertama kali mengenai kata Dermatoglyphics. Ia menemukan bahwa sidik jari manusia terbentuk sejak usia 13 minggu dalam kandungan dan menjadi lengkap pada usia kandungan 24 minggu. Perkembangan sidik jari ini berhubungan atau sejalan dengan perkembangan sel-sel otak manusia. Sejak saat itu, penelitian Dermatoglyphics semakin banyak dilakukan oleh orang-orang kedokteran dan salah satu dari penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak Down Syndrome ini menunjukkan adanya perbedaan bentuk atau pola sidik jari antara anak-anak Down Syndrome dan anak-anak normal. Hasil dari penelitian ini, mendorong para pendidik untuk melihat hubungan antara distribusi sidik jari dengan distribusi potensi kecerdasan.
Mengenal Laporan DMI
Perbedaan fungsi antara otak kanan dan kiri, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Roger W. Sperry, menunjukkan adanya distribusi potensi kecerdasan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa otak kanan kita mengatur kerja tubuh bagian kiri kita dan otak kiri kita mengatur kerja tubuh bagian kanan kita (menyilang). Memahami otak kiri dan kanan dapat dilakukan dengan memahami fungsi-fungsi kerja masing-masing. Pada otak kiri terdapat fungsi-fungsi potensi verbal, pemahaman logis, faktual dan analisis. Sementara pada otak kanan kita terdapat fungsi yang berkaitan dengan potensi musikal, ruang, kreativitas dan emosi.
Untuk memahami dominasi dari otak kanan atau kiri kita, dapat dilihat pada bentuk sidik jari kita. Ada tiga kelompok utama bentuk sidik jari, yaitu arches, loops, dan whorls. Pada penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang mengalami Down Syndrome, menunjukkan banyaknya bentuk ulnar loops (terutama di jari telunjuk), radial loops pada jari manis dan jari telunjuk; adanya loop antara jari telunjuk dengan jari tengah atau jari tengah dengan jari manis; dan beberapa perbedaan lain yang dapat dilihat antara anak-anak Down Syndrome dan anak-anak normal. Perkembangan sidik jari yang sejalan dengan perkembangan sel-sel otak pada masa janin, memungkinkan dilakukannya penelitian dan diketahuinya fungsi-fungsi kerja otak kanan dan kiri melalui sidik jari setelah proses kelahiran.
Manusia diciptakan dengan segenap potensi yang dimilikinya. Kelebihan yang dimiliki, dapat dimanfaatkan untuk meraih prestasi sekaligus meminimalkan kelemahan yang dimiliki. Profesor Howard Gardner dari Universitas Harvard, pada tahun 1983, mengemukakan teori tentang kecerdasan majemuk. Ia mengatakan bahwa kecerdasan merupakan potensi yang terdistribusi ke dalam delapan kapasitas intelektual, yaitu :
1. Kecerdasan Logika Matematika ; seringkali dikaitkan dengan Scientific Thinking (berpikir ilmiah). Merupakan kemampuan untuk mengenali bentuk atau pola, memahami simbol abstrak seperti angka dan bentuk geometris serta kemampuan dalam memberikan penjelasan secara deduktif dan induktif. Tingginya potensi ini akan membantu seseorang dalam membuat pertimbangan dan mencari solusi dari masalah yang timbul dan mampu menerapkan metode pemikiran yang berbeda dalam situasi yang berbeda.
2. Kecerdasan Bahasa; merupakan kemampuan untuk memproduksi bahasa, baik secara lisan atau tulisan serta peka dalam perbedaan dan penggunaan irama dalam kata-kata. Potensi yang tinggi pada kecerdasan bahasa akan membantu seseorang dalam menyampaikan ide, melakukan persuasi, dan lebih percaya diri untuk mengekspresikan diri
3. Kecerdasan Intrapersonal ; merupakan kemampuan untuk memahami perasaan, ide dan tujuan pribad, refleksi diri serta mampu melihat atau mengamati diri sendiri seperti orang lain mengamati dirinya. Potensi yang tinggi pada kecerdasan ini akan membantu seseorang dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri sehingga muncul pemahaman tentang tujuan hidupnya. Hal ini akan membantunya dalam mengontrol arah dimana akan melangkah.
4. Kecerdasan Interpersonal ; merupakan kemampuan untuk memahami orang lain, memperhatikan perbedaan antar individu, kemampuan bekerja sama, serta kemampuan untuk mengembangkan empati. Potensi yang tinggi pada kecerdasan ini akan
5. Kecerasan Kinestetis Jasmani ; merupakan kemampuan untuk menggunakan ketrampilan motorik kasar dan halus untuk mengekspresikan emosi dan menggunakan bahasa tubuh.
6. Kecerdasan Visual Ruang ; merupakan kemampuan untuk membayangkan bentuk sebuah benda dan mevisualisasikannya secara abstrak atau konkret.
7. Kecerdasan Musikal ; merupakan kemampuan dalam menentukan nada, irama dan kepekaan pada suara dari sekitar kita, baik suara manusia atau instrument musik.
8. Kecerdasan Naturalis ; merupakan kemampuan yang behubungan dengan pemahaman akan alam sekitar, pengenalan flora dan fauna, serta memiliki keterikatan dengan alam dan segala fenomenanya.
Distribusi delapan kecerdasan diatas merupakan pemetaan bagian-bagian otak berdasarkan fungsi masing-masing. Berdasarkan tiga bentuk utama sidik jari, yang dengan beberapa turunan bentuknya terhubung dengan syaraf-syaraf ke bagian-bagian otak, membantu seseorang untuk dapat melakukan proses sensory dan motorik. Kita tentu mengenal synapsis, ada sekitar 1000 lebih intersection yang menghubungkan antara distribusi kecerdasan tersebut. Misalnya, seorang anak memiliki ptensi kecerdasan musical yang dominan, apabila kecerdasan ini dihubungkan dengan fungsi bahasa maka anak akan memiliki kemampuan untuk bernyanyi. Tetapi, bukan berarti semua anak yang memiliki kecerdasan musikalitas yang tinggi, juga akan memiliki kemampuan bernyanyi. Karena bisa jadi, kecerdasan ini berhubungan dengan motoriknya atau fungsi kinestetisnya sehingga membantunya untuk lebih berprestasi dalam bermain piano atau gitar.
Pemahaman akan potensi inilah yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua dan pendidik. Ketidaktahuan akan potensi anak atau siswa seringkali disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan atau pemahaman akan otak dan fungsi-fungsinya, adanya distribusi potensi kecerdasan yang dapat dimanfaatkan untuk meraih prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki anak, keterbatasan akan pemahaman karakter komunikasi belajar dan obsesi yang seringkali dipaksakan oleh orang tua terhadap anak.
Berdasarkan pada latar belakang inilah, muncul Dermatoglyphics Multiple Intelligence (DMI) Assessment. Asesmen yang dilakukannya dapat digunakan untuk mengetahui potensi instrinsik seseorang, pemahaman akan dominasi otak kanan atau kiri dalam setiap pengambilan keputusan, disribusi kecerdasan majemuk, karakteristik komunikasi belajar, dan kepekaan belajar. Program asesmen DMI dikembangkan berdasarkan data-data statistic yang didapatkan dari penelitian-penelitian medis dan observasi mendalam di area Dermatoglyphics (sidik jari) yang kemudian dihubungkan dengan teori kecerdasan majemuk (Prof. Howard Gardner) dan teori otak kanan-kiri (Prof. Roger W. Sperry). Akurasi yang telah ditunjukkan oleh alat ini telah memberikan kepuasan kepada mereka yang pernah dites, dari usia anak-anak sampai orang dewasa.
Asesmen DMI merupakan suatu tes untuk mendeteksi potensi diri. Tidak hanya dominasi otak kanan dan kiri dan distribusi kecerdasan majemuk saja, tetapi juga karakter komunikasi belajar dan kepekaan belajar anak. Karena merupakan bagian dari suatu tes, maka perlu adanya konsultasi sebagai follow up setelah pelaksanaan tes ini. Disinilah, orang tua akan diajak untuk tidak hanya mengetahui tetapi juga memahami dan melaksanakan hasil dari tes DMI.
Apabila kita bertanya kepada orang tua, semua pasti menginginkan kesuksesan dan kebahagiaan pada anaknya. Kesuksesan seringkali diidentikkan dengan keberhasilan pada suatu bidang, kurang adanya pemahaman bahwa kesuksesan tidak hanya meliputi kesuksesan intelekual, tetapi juga karir, keluarga, sosial dan agama. Melalui tes DMI ini, kita akan mampu memahami potensi diri kita, anak atau siswa kita sehingga kita akan mampu memberikan lingkungan terbaik dalam proses mengarahkan potensi itu mencapai prestasi yang cemerlang.
Pemahaman tes DMI ini diawali dengan pemahaman bahwa setiap anak memiliki potensi, perbedaan dalam kemampuan belajar, gaya belajar dan distribusi kecerdasan. Dengan memahami perbedaan ini, maka orang tua akan mampu memberikan lingkungan terbaik untuk perkembangan anak-anaknya, sehingga prestasi akan lebih mudah diraih. Karena potensi hanya sekedar menjadi potensi jika tidak dimanifestasikan menjadi prestasi. Demikian juga pencapaian prestasi diluar potensi yang dimiliki akan membutuhkan usaha dan waktu yang lebih lama. Dengan memahami potensi, prestasi akan lebih mudah diraih.
Ketika seseorang belajar, maka ia akan menggunakan fungsi-fungsi otaknya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Keterbatasan dalam memahami hal ini terkadang menimbulkan hilangnya periode kritis dalam proses belajar dan perkembangan. Pemahaman tes DMI sebaiknya diawali dengan pemahaman orang tua akan perbedaan potensi setiap anak, baik itu kemampuan dan gaya belajarnya, karakteristik belajarnya, dominasi otak kanan dan kirinya serta distribusi kecerdasan majemuknya. Pemahaman ini diteruskan dengan penghargaan terhadap potensi-potensi yang dimiliki anak. Dengan pemahaman dan penghargaan terhadap apa yang dimiliki anak, akan membantu orang tua untuk mempersiapkan lingkungan belajar dan mengarahkannya ke pencapaian prestasi.
Pemahaman tentang otak kanan dan kiri akan memberikan gambaran dominasi otak kita. Dalam laporan DMI, otak kanan dan kiri ditunjukkan dengan menggunakan prosentase. Perbedaan prosentase yang dapat diterima adalah 4%. Perbedaan yang lebih besar akan sangat tampak pada proses pengambilan keputusan. Karena itu, orang tua perlu ikut mengarahkan anak-anak dengan langkah-langkah yang diperlukan. Tentu saja, komunikasi efektif menjadi syarat yang tidak dapat diabaikan ketika orang tua menyampaikan bimbingan atau arahan kepada anak-anaknya.
Komunikasi efektif akan dapat terjalin dengan baik, antara orang tua dan anak, antara suami dan istri, antara atasan dan bawahan dan antar sesama, ketika masing-masing mengetahui karakteristik komunikasi yang dimiliki, sehingga akan mencegah konflik-konflik yang memang tidak perlu terjadi. Tes DMI memberikan pemahaman tentang karakteristik komunikasi belajar yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, ada 4 karakteristik utama, yaitu : cognitive, affective, reflective dan critical. Apabila seorang anak memiliki karakteristik komunikasi belajar yang tergolong kognitif, maka orang tua perlu memahami bahwa anak memiliki ego dan harga diri yang cukup tinggi sehingga ia membutuhkan kesempatan untuk menemukan sendiri jawaban terhadap kesulitan yang ditemuinya, ia cenderung termotivasi dengan rewards dan mampu belajar dari kesalahan-kesalahannya.
Contoh sederhana adalah ketika seorang anak sedang menggambar seekor flamingo dan ia mewarnainya dengan warna biru, padahal kita tahu bahwa warna sesungguhnya adalah pink. Dengan mengetahui bahwa anak tersebut memiliki karakter komunikasi belajar cognitive, maka kita tidak akan mati-matian berusaha untuk memberitahu bahwa ia salah dan berusaha untuk membenarkannya. Karena ia perlu tahu sendiri bahwa warna yang benar adalah pink, bukan biru, maka orang tua dapat mengajaknya ke kebun binatang dan biarkan anak melihat dan menemukan jawabannya sendiri.
Mari kita bertanya kepada diri sendiri, seberapa sering kita memaksakan anak untuk membaca atau mendengarkan kata-kata atau memotivasi untuk belajar lebih baik lagi, tanpa kita tahu bahwa modalitas atau gaya belajar seperti apa yang disukai oleh anak-anak kita? Ada tiga gaya belajar yang dapat dilakukan, yaitu : gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya belajar tactile atau rasa sentuh. Seseorang dengan gaya belajar audiori lebih suka mendengarkan orang lain atau berdiskusi. Karena itu, orang tua yang mengetahui gaya belajar anaknya, akan mampu memberikan kesempatan dan lingkngan kepada anaknya sesuai dengan gaya atau cara belajar yang disukainya. Karena jika orang tua selalu memaksanya untuk selalu membaca, maka proses belajar akan semakin sulit dilakukan dan anak akan mengalami kesulitan untuk menyerap materi.
Bagi orang dewasa, selain memberikan pemahaman akan potensi diri, yang akan membantunya menjalin komunikasi, tes DMI juga mampu memberikan gambaran tentang work management style (gaya manajemen kerja). Dari pemahaman ini, sesorang akan mengetahui apakah dirinya merupakan tipe orang yang selalu mengikuti aturan, berorientasi pada suatu tujuan dan memegang kendali, memiliki pengaruh dan mampu mengalah untuk mencapai kompromi atau yang lainnya. Tentu saja, hal ini menjadi sangat penting karena akan membantu sseorang untuk memahami kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga akan membantu dalam proses perkembangan selanjutnya.
Tes DMI merupakan suatu usaha yang memberikan kesempatan kepada kita, untuk lebih mengenali potensi. Dengan tes dan konsultasi yang intensif, proses pengembangan diri hingga tercapainya prestasi menjadi lebih pasti. Potensi ada di sidik jari kita, pelaksanaannya ada di tangan kita!
Nurmey Nurulchaq, S.Psi., Psikolog
Koordinator Konsultan DMI-Primagama
(Sumber: primagama)