Oleh: Djulianto Susantio
Resensi Buku
Judul: Face Reading, Teknik Membaca Wajah
Penulis: Erwin Yap
Penerbit: PT Intisari Mediatama
Cetakan: 1, November 2009
Halaman: 122
Membaca wajah (face reading) adalah cara menakjubkan untuk melihat masa depan kita. Cara ini merupakan ilmu kuno yang bisa dipraktekkan oleh siapa saja. Wajah dipercaya dipenuhi dengan petunjuk tentang karakter, tujuan, dan nasib seseorang.
Di Tiongkok membaca wajah sudah dikenal jauh sebelum abad Masehi. Pada awalnya, hanya tabib-tabib terkemuka di sana yang mampu membaca wajah. Tujuan utamanya adalah untuk mendeteksi suatu penyakit. Namun dalam perkembangannya, pengetahuan ini kemudian dikaitkan dengan seni meramal nasib.
Banyak orang memandang, penampilan fisik bukanlah hal yang pas untuk menilai seseorang. Membaca wajah pun tidak ada hubungannya dengan seberapa menariknya orang itu. Penampilan fisik diakui tidak bisa mengungkapkan kepribadian. Namun ciri-ciri wajah tidak bisa dibohongi. Banyak informasi akurat terdapat dalam wajah.
Wajah adalah petunjuk perasaan dan pikiran. Bahkan wajah ibarat ensiklopedia, karena berbagai informasi kepribadian dan karakter terdapat di dalamnya. Mungkin kita masih ingat bagaimana orang-orang tua zaman dulu berkata “wajahnya seperti setan”, “dia memiliki mata maling”, “mulut comberan”, atau “dahi profesor”. Wajah dipercaya mampu menguak rahasia yang bersifat pribadi sekalipun.
Wajah merupakan bagian yang paling mudah dilihat tanpa kita harus meminta izin kepada pemilik wajah itu. Hal inilah yang memudahkan pembacaan wajah, dibandingkan palmistri, misalnya.
Tidak dimungkiri, wajah banyak menyimpan rahasia karakter dan pengalaman hidup seseorang. Ini karena apa yang ditampilkan di wajah merupakan cerminan kondisi alam bawah sadar.
Bila kita dapat membaca wajah seseorang, maka hal ini bisa digunakan untuk menjalin pertemanan baru, merekrut karyawan baru, memotivasi diri, memilih bidang pekerjaan, dan masih banyak lagi. Bahkan bisa menunjukkan jalan keluar yang memungkinkan atas situasi tertentu. Pendeknya, memberikan inspirasi dan motivasi kepada seseorang.
Yang penting kita mengetahui kuncinya. Sebagai misal, dahi menyimpan informasi tentang hubungan dengan orang tua, tampilan hidung berbicara tentang kekayaan, dan telinga memberi petunjuk sejauh mana tingkat intelektualitas seseorang.
Tentu saja hasil dari pembacaan tidak lantas bisa memperbaiki nasib seseorang yang kehidupannya sedang berada di bawah. Soalnya adalah kehidupan seseorang diyakini “bagaikan roda pedati”. Artinya tidak selamanya kita hidup susah atau senang. Maka dari itu diri kitalah yang sebenarnya memiliki kekuatan untuk memutuskannya. Misalnya, jika dari wajah terbaca bahwa kita memiliki sifat boros dan malas, tentu sifat-sifat demikian harus segera diperbaiki. Begitu pula jika tergambar emosi yang tinggi, sulit bergaul, atau kurang pengertian. Diri kitalah yang mengubahnya, bukan orang lain.
Delapan bab
Erwin Yap dikenal sebagai praktisi face reading. Dia sering mengisi talk show di stasiun radio dan televisi. Pernah bekerja sama dengan redaksi majalah untuk tampil mengisi acara. Menurutnya, face reading adalah ilmu metafisika Tiongkok, tidak bersifat mistis ataupun klenik. Pengetahuan ini bisa dipelajari siapa saja karena bersifat praktis dan berhasil guna. Buku ini ditulisnya dengan tujuan berbagi ilmu dan membantu masyarakat untuk melihat potensi diri mereka.
Pada garis besarnya, buku ini terbagi atas delapan bab, yakni pendahuluan, trinitas kosmik, 5 bentuk dasar wajah, 12 astana wajah, 5 pejabat wajah, 5 elemen wajah, teori 5 gunung, dan titik umur. Dalam ‘trinitas kosmik’ diungkapkan 3 wilayah wajah sesuai metafisika Tiongkok. Lima bentuk dasar wajah disesuaikan pula dengan lima elemen yang ada dalam metafisika Tiongkok, yakni kayu, api, tanah, logam, dan air.
Yap menguraikan pula 12 astana wajah, yang meliputi astana kehidupan, astana karier, astana kesehatan, astana harta, astana perjalanan, astana orangtua, astana kebajikan, astana persaudaraan dan persahabatan, astana properti, astana anak, astana jodoh, dan astana anak buah. Istilah-istilah ini memang agak berbeda dengan istilah-istilah yang dikemukakan buku sejenis lainnya, namun maknanya tetap sama. Ini soal teknis saja.
Diterangkan dalam buku ini, ada lima fitur yang menggambarkan lima fungsi dari kepribadian seseorang. Kelima bagian wajah itu adalah telinga, mata, hidung, mulut, dan alis. Memang masih ada kekurangannya. Beberapa bagian wajah, yakni faling (garis kerutan yang berjalan dari hidung melewati garis mulut ke arah dagu) dan jenchung atau filtrum (cekungan yang menghubungkan mulut dengan hidung), bulu mata, pipi, dan dagu, tidak diuraikan dalam buku ini.
Kekurangjelasan terdapat pada bab mengenai 5 bentuk dasar wajah. Bagaimana bentuk wajah kayu, api, tanah, logam, dan air tidak diuraikan dengan kalimat, hanya dengan ilustrasi. Wajah api, misalnya, hanya disebutkan berbentuk segitiga dan wajah kayu berbentuk segitiga terbalik. Mungkin kalau diuraikan lebih terinci pembaca akan lebih mengerti. Seharusnya disebutkan wajah api berciri-ciri lebar dahi lebih kecil daripada lebar pipi atau rahang. Begitu pula tipe-tipe wajah lainnya. Jadi ada patokannya.
Buku karya Erwin Yap ini, merupakan buku kesekian yang terbit di Indonesia mengenai teknik membaca wajah. Boleh dikatakan buku ini kurang lengkap karena tebalnya cuma 122 halaman. Isinya masih jauh dari memadai. Namun sebagai pelengkap dari buku-buku lain yang sudah terbit sebelumnya, buku ini amat bermanfaat, terutama untuk para pemula.
Kemungkinan buku ini disusun untuk para remaja. Ini terlihat dari tata bahasa dan gaya bahasanya. Meskipun demikian, buku ini layak dibaca oleh orang dewasa, seperti dokter, psikolog, penegak hukum, peramal nasib, dan peminat awam.
Tentu banyak orang ingin tahu bagaimana wajah para politisi, pejabat, sampai selebriti. Banyak dari mereka, memiliki wajah “imut-imut” tetapi kelakuannya “amit-amit”. Dengan membaca buku ini setidaknya kita tahu mana wajah jujur, wajah culas, wajah “bunglon”, dan sebagainya.
Khusus buat para remaja, buku ini pantas dibaca untuk membuat rasa pede lebih besar. Ditunjang sejumlah gambar tokoh internasional terkenal, seperti Puteri Diana, Nostradamus, Abraham Lincoln, Thomas Alva Edison, dan Mark Zuckernberg serta tokoh-tokoh dalam negeri seperti F. Widayanto, GM Sudarta, Benny Moerdani, Martha Tilaar, dan Jaya Suprana, materi pembahasan menjadi lebih mudah dipahami.
Kekurangan buku ini terletak pada penyuntingan dan tata letak. Pada daftar isi, misalnya, tertulis “Teori 5 Gunung”. Namun bila kita buka bab 7 itu, yang tertulis adalah “Teori Empat Air”. Juga terdapat beberapa kata yang tercecer. Simak saja penggalan berikut: ...Padahal kita tahu, Sedangkan daerah dahi yang ini... (halaman 105). Teori lima elemen dengan yin dan yang juga kurang dibahas, padahal semuanya adalah dasar penting untuk penganalisisan wajah.
Secara umum, buku ini mengandung segi manfaat buat pembacanya. Banyak pelajaran kehidupan tersaji di dalam buku ini. Manfaat itu antara lain karena teknik face reading membantu kita memahami orang lain dan diri sendiri, sehingga masalah dapat diantisipasi, benturan-benturan dapat dihadapi dengan lebih bijak, serta kita lebih mampu mengapresiasi teman dan rekanan.
Pemerhati Seni Oriental, tinggal di Jakarta
(Sinar Harapan, Sabtu, 16 Januari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar